KESALAHAN PENGACARA
Kesalahan
Fatal Seorang Pengacara
Seorang pengacara jangan pernah menggunakan uangnya
sendiri untuk membiayai pengurusan kasus klien.
Seorang pengacara jangan pernah gunakan uangnya
sendiri untuk biayai pengurusan kasus klien.
“Pengacara dilarang memberi korting atau diskon!” Jika sekilas membaca
pernyataan itu mungkin akan muncul beberapa pertanyaan di benak Anda. “Memang
apa salahnya, pengacara memberikan diskon kepada kliennya?” atau “Bukankah itu
hal baik jika tarif pengacara murah sehingga semakin banyak masyarakat yang
dapat memperoleh bantuan hukum yang memadai?”
Pertanyaan-pertanyaan itu mungkin ada benarnya, tetapi Timothy J Storm justru melarang pengacara memberikan diskon atau menetapkan tarif murah.
Larangan ini adalah satu dari lima kategori kesalahan fatal yang menurut Storm
harus dihindari oleh seorang pengacara. Siapa Storm? Pria asal Illinois,
Amerika Serikat ini adalah seorang pengacara spesialis di tingkat banding. Dia
juga bergelar Profesor hukum di John Marshall Law School.
Storm yang tercatat sebagai anggota Illinois
State Bar Association (ISBA) merumuskan lima kesalahan
fatal itu berdasarkan pengalaman pribadi serta pengalaman koleganya yang mengalami
kesulitan ketika membuka kantor hukum sendiri. “Seringkali, pengacara tidak
menyadari bahwa situasi yang jelas-jelas bermasalah, tetapi mereka pikir
sebagai tantangan,” ujar Storm sebagaimana dilansir www.isba.org.
Soal larangan diskon, Storm memaparkan tiga alasan. Yang pertama, kata
Storm, sangat sederhana yakni seorang pengacara tentunya tidak ingin dikenal
sebagai pengacara termurah di kotanya. Kedua, pemberian diskon tarif akan
menciptakan situasi paradoks yang tidak diinginkan antara pengacara dengan
kliennya. Hubungan antara pengacara dan klien akan terkontaminasi dengan rasa
saling curiga.
“Jika tarif reguler saya per jam $300, dan saya beri diskon 50 persen, maka
setiap saya kenakan biaya konsultasi per jam, saya akan memikirkan uang $150
yang saya tidak ambil. Di sisi lain, klien akan memikirkan uang $150 yang
dibayarkan. Dalam situasi ini, klien akan berpikir bahwa tarif saya naik di
awal, kemungkinan tarif diskonnya juga akan naik. Dan pada akhirnya, masing-masing
pihak merasa dicurangi,” Storm mencoba memberikan ilustrasi.
Alasan terakhir, dia mengutip pernyataan mantan Presiden Amerika Serikat
Abraham Lincoln bahwa pengacara seharusnya menyelesaikan sengketa, bukan justru
melanggengkannya. Terkadang, lanjutnya, sengketa memang selesai meskipun pihak
terkait tidak mampu membayar pengacara. Namun, Storm tetap saja melarang
pemberian diskon karena hal itu justru akan menyebabkan proses litigasi
berlarut-larut.
Kesalahan fatal berikutnya terkait pemberian jasa hukum secara cuma-cuma
alias pro bono. Menurut Storm, pro bono tidak seharusnya dijalankan secara
terpaksa. Pengacara, katanya, seringkali terjebak dalam mitos seputar biaya
pengacara. Salah satu mitos itu menyatakan bahwa pengacara, khususnya yang baru
memulai karir, cenderung memiliki waktu luang yang sebaiknya digunakan untuk
melakukan pekerjaan tanpa dibayar agar terbiasa dengan dunia praktik yang akan
digeluti.
Mitos tersebut, kata Storm, salah kaprah. "Untuk mengembangkan bisnis
bukan dengan cara melakukan pekerjaan pro bono. Jika memang memiliki waktu
luang maka seharusnya anda melakukan pengembangan bisnis yang baru,” dia
menegaskan.
Mitos lain yang dipersoalkan Storm adalah bahwa pengacara memiliki tanggung
jawab untuk menyediakan pelayanan hukum gratis. Storm sendiri sebenarnya
mengaku tidak anti terhadap kewajiban memberikan bantuan hukum pro bono.
Bahkan, menurutnya, kegiatan ini baik untuk mengasah jam terbang sekaligus
membantu masyarakat yang benar-benar tidak mampu.
"Namun, seorang pengacara bagaimanapun tetap memiliki kewajiban
menghidupi dirinya dan keluarga. Anda tidak bisa begitu saja melakukan
pekerjaan pro bono,” tukasnya.
Selanjutnya, Storm mengingatkan agar seorang
pengacara jangan pernah menggunakan uangnya sendiri untuk membiayai pengurusan
kasus klien. Spesifik, Storm mengatakan pengacara harus menghindari tipe klien
yang ingin mendapat bantuan hukum tetapi bayarnya nanti. "Anda seorang pengacara bukan bank,” selorohnya.
Jika bertemu klien seperti itu, Storm menyarankan agar pengacara terus
terang menerangkan bahwa “Saya tidak bisa memberikan pinjaman, jadi sebaiknya
anda pergi ke kerabat anda atau membuat kartu kredit untuk mendapatkan uang
yang akan digunakan untuk membayar saya”.
Kesalahan fatal keempat, menurut Storm, adalah menangani kasus yang tidak
jelas arahnya. Sebagai contoh, kasus dimana klien anda dituduh berutang
sejumlah uang. Dalam kasus seperti ini, papar Storm, klien pastinya memiliki
beribu alasan ‘masuk akal’ kenapa utang itu seharusnya tidak dia bayar.
Masalahnya, klien seperti ini juga memiliki kecenderungan tidak membayar biaya
jasa pengacara di muka.
Kesalahan fatal terakhir adalah kegagalan berkomunikasi dengan klien. Storm
merujuk pada laporan tahunan Attorney Registration and Disciplinary
Commission yang menyatakan bahwa keluhan kliennya sebagian besar berkaitan
dengan masalah komunikasi yang tidak lancar. "Klien yang bingung, marah,
dan merasa tidak memperoleh informasi yang cukup adalah masalah kedisiplinan
bagi para pengacara. Tidak seharusnya hal ini terjadi,” tandasnya.
Berdasarkan Rules of Professional Conducts, syarat minimum yang
harus dilaksanakan pengacara adalah selalu memberikan informasi kepada klien
terkait kasus yang sedang ditangani. Spesifik, Storm menambahkan bahwa
pengacara harus melibatkan klien dalam proses pengambilan keputusan terkait
kasus. Sebelum dan sesudah mengambil tindakan tertentu, pengacara wajib
menginformasikannya kepada klien. Komunikasi itu juga harus didokumentasikan.
"Kemungkinan klien mengeluh menjadi kecil karena klien selalu
dilibatkan di setiap tahapan. Dan kliennya juga akan sulit mengeluh karena
pengacara memiliki dokumentasi atas apa saja yang telah dilakukan,” tutur
Storm.
Komentar
Posting Komentar